Di malam peluncuran IDWRITERS di Goethe-Institut Jakarta, saya membuka acara dengan mengurai sedikit fakta (ironis) di balik lahirnya IDWRITERS. Pertama, proyek berbahasa Inggris ini lahir dari seseorang dengan kemampuan bahasa Inggris yang bisa dibilang seadanya; dan kedua, jangankan dilahirkan oleh seorang penulis, proyek ini bahkan lahir dari seseorang yang bukan benar-benar ada di lingkaran sastra—kalo boleh itu disebut sastra—bukan wartawan, dan bukan pula seorang yang berada industri dan bisnis yang berhubungan dengan buku.
Modal saya, ternyata memang cuma sederhana. Saya beruntung dibesarkan di keluarga penulis. “DNA” ini yang mungkin membentuk dan membuat saya selama ini peduli. Ditambah saya beruntung punya kebiasaan membaca buku. Itu doping dan jadi modal penting saat memulai proyek ini. Dan terakhir, dengan latar belakang teknis saya, tidak butuh waktu lama bagi saya untuk mengeksekusi saat ada satu ide yang datang.
Berawal dari inisiatif pribadi untuk melakukan sesuatu dan berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung terhadap dunia literasi di Indonesia—ide yang awalnya saya kembangkan sejak 2013, akhirnya benar-benar saya eksekusi sepanjang tahun 2014, sebagai bedtime project.
Dari pengembangan situs web, desain, coding, pengolahan database, perencanaan konten—khususnya desain struktur direktori, sampai pada proses data entry, penerjemahan, semua saya lakukan sendiri di sela kesibukan kerja saya sehari-hari.
idwriters.com, is a site devoted to showcasing Indonesian writers and/or book authors, along with their publications, journals, and other literary resources in English. Our main feature, the writers directory, provides a way for writers to find one another, but more importantly the resources provided makes it easy for event hosts, — especially for international event hosts –, literary organizers, arts administrators, librarians, booksellers, and readers to get in touch with writers. We built this site because we noticed the lack of resources dedicated to Indonesian literature, especially one that is accessible to the international community. It became even more of a necessity considering that Indonesia will be the Guest of Honour at the 2015 Frankfurt Book Fair.
Begitu definisi saat kali pertama memperkenalkan situs ini ke publik, 28 Juni 2014.
Bagi saya, kontribusi tidak harus berada di dalam lingkaran. Ada yg berkontribusi dengan aktif terus menulis, ada yang aktif menghidupkan aktivitas komunitas, diskusi, bedah buku, dsb. Ada yang aktif berbicara ke sana ke mari, ada juga yang aktif memakmurkan toko buku dan media dengan karya-karya terbaru. Termasuk ada juga yang aktif dengan cukup “memakmurkan” timeline. ^^
Saya memilih berada di luar itu.
Dengan segala keterbatasan, sampai sebelum hari peluncuran kemarin, baru ada sekitar 191 penulis, dengan 186 buku ber-ISBN, termasuk 37 buku di antaranya dalam bahasa Inggris, tercatat dalam direktori. Ditambah 34 resensi buku, yang melibatkan 64 penerbit dan 53 media cetak/online dengan sekitar 8 news/review tentang penulis, semua dalam bahasa Inggris.
Kenapa datanya hanya segitu? Karena sejauh ini,—dan sepanjang yang saya tahu dan sanggup cari—hanya data-data itulah yang sudah terpapar dalam bahasa Inggris, jika Anda melakukan pencarian sederhana menggunakan Google. Ditambah karena saya memang belum memasuki fase menerjemahkan data yang saya temukan ke dalam bahasa Inggris dan kemudian memasukkannya ke dalam database.
Konsentrasi saya pun, masih sebatas memasukkan penulis—bukan (hanya) sastrawan—yang selama ini menjadi participating writers di beberapa festival literasi di Indonesia. Juga penulis-penulis yang selama ini sudah dan pernah masuk dalam daftar panjang penerima penghargaan sastra atau lomba kepenulisan.
Jika hadir di acara kemarin, pengunjung akan disuguhi oleh 8 potret penulis Indonesia, dalam bentuk sketch. Mereka adalah Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, A Fuadi, Sitor Situmorang, Okky Madasari, Leila S Chudori, Laksmi Pamuntjak, dan Ayu Utami. Menurut statistik, mereka adalah penulis dengan akumulasi publikasi dan sorotan internasional yang lebih banyak dari yang lain. Sedikit ironis, karena bahkan sekelas SGA yang menjadi pembicara kunci di acara ini, tidak termasuk dalam daftar tersebut. 😉
Secara kasat mata, berita, esai, maupun resensi buku (tentang) mereka dalam bahasa Inggris-lah yang mendominasi konten nonprofil di IDWRITERS. Jadi, jika mereka yang IDWRITERS tampilkan—atas bantuan visualisasi dari rekan-rekan di Tanam Ide Kreasi—tentunya bukan tanpa alasan, dan hanya berdasarkan like dan dislike saja.
Ini juga mungkin yang melatarbelakangi kenapa Raditya Dika sampai saat ini belum sempat saya masukkan ke dalam database. Kurangnya referensi dalam bahasa Inggris serta belum masuk radar fokus pencarian di tahap awal ini, menjadi penyebab utamanya. — http://linimasa.com/2015/01/31/kenapa-profil-radityadika-tidak-ada-di-idwriters-com/
* * *
Ide IDWRITERS itu sederhana. Dan tidak perlu definisi sastra yang rumit untuk menjelaskannya. Demikian pun kontruksinya.
Akur dengan SGA.
Nama, istilah, atau sebutan “sastra”, dengan segala perangkat ideologis yang mengukuhkannya, telah menyumbang kepusingan manusia yang tidak berdosa. Sayang sekali, nama “susastra” (demikian konon istilah yang betoel) tampaknya sudah tidak mungkin diganti. Sebab, kalau bisa, saya usul namanya diganti Paimo saja.
* * *
Paimo? Biarkanlah bernaung dalam pikiran orang-orang.
Buat saya, kerja berbudaya bernama IDWRITERS ini, hasrat untuk melengkapi database IDWRITERS selengkap-lengkapnya ini, jauh lebih penting dibanding memperdebatkan apa yang sastra dan apa yang bukan. Alasan saya satu: saya menaruh hormat bagi para penulis—bahkan penulis baru sekalipun, bahkan seluruh penulis Indonesia, dan bahkan yang sedang tidak berada di Indonesia pun—yang takzim telah mengolah pikiran dengan hati, menjadi karya yang enak dibaca.
Dan sejak hari diluncurkannya, sejak saat itu juga, saya dan rekan-rekan di IDWRITERS sudah menyatakan, jika situs ini sudah “dihibahkan” untuk menambah referensi informasi bagi dunia literasi Indonesia.
Leave a Reply